“Corak Troso sangat disenangi para turis asing dan domestik.”
Siapa pun yang hendak berbelanja ke Jepara, Jawa Tengah, selalu teringat dengan kerajinan furniturnya. Namun, nanti dulu. Jepara bukan semata kota dengan tumpukan aneka ukiran semacam sofa, dipan, dan meja antik.
Tangan-tangan terampil orang Jepara juga mampu membuat berbagai kerajinan lain, semisal tenun. Lihatlah di Desa Troso, Kecamatan Pecangan. Di desa yang berjarak 16 kilometer dari Kota Jepara itu terdapat aneka hasil kerajinan tenun, terutama tenun ikat.
Karena diproduksi di Desa Troso, tenun tersebut dinamakan tenun ikat Troso. Untuk menuju Desa Troso, pengunjung dimudahkan dengan petunjuk gapura besar melingkar di tengah jalan pada ujung pertigaan Jalan Semarang-Jepara. Tulisannya jelas: “Sentra Tenun Troso”.
Tenun ikat Troso memiliki berbagai corak yang sangat berbeda dengan tenun ikat Bali, Lombok, Asmat, Toraja, Pedan, dan Yogyakarta. Berbagai inovasi corak terus dilakukan untuk memenuhi pasar.
Ada ratusan corak tenun ikat Troso yang dimiliki para perajinnya. Setidaknya ada 50 corak khas Troso yang kini dijaga keasliannya, seperti corak ikat lusi, ikat pakan, dan lurik.
Sepanjang jalan menuju Desa Troso, berdiri sekitar 30 toko dan outlet sebagai pusat belanja kain ikat tenun Troso. Pemerintah Kabupaten Jepara menjadikan sentra tenun Troso sebagai tempat belanja wisata kain dan fashion setelah mebel ukir.
Hampir tiap hari, sentra belanja itu tidak pernah sepi pengunjung. Mereka datang dari berbagai kota, dan termasuk para turis asing. Sebagian besar para pengunjung yang singgah di sentra itu selalu menyempatkan belanja tenun lurik atau tenun ikat Troso sebagai buah tangan.
Alasannya, di sentra ini berbagai corak tenun ikat ditawarkan. Lihatlah di toko Dewi Shinta milik Haji Hisyam Abd Rahman. Di sana dia menawarkan tenun ikat lusi, ikat pakan, dan lurik. Bahannya terbuat dari kain katun sampai sutra. “Corak Troso sangat disenangi para turis asing,” kata Hisyam kepada Tempo.
Hisyam berusaha mendesain kain- kainnya secara aplikatif dari berbagai daerah, seperti corak Flores, Sumbawa, Lombok, Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Kupang. Corak yang dibentuk oleh garis dan warna itu bisa membentuk motif yang sangat beragam.
Dagangan Hisyam meliputi kemeja, kebaya, selendang, kain jarik, kain sarung, dan segala kain fashion. Juga untuk jenis interior, taplak meja, tatakan makan, hiasan dinding, sarung bantal, sajadah, karpet, jok kursi, hingga aksesori lainnya. Harga yang ditawarkan mulai Rp 50 ribu sampai Rp 400 ribu.
Hisyam juga memproduksi tenun aplikatif sutra dan katun untuk masyarakat kelas atas, dengan harga Rp 1-2 juta. “Omzet penjualan toko bisa berkisar Rp 12,5 juta per hari,” ucap Istikhomah, istri Hisyam. Jika keseluruhan omzet per tahun Rp 3 miliar, “Keuntungan kami berkisar 25 persen”.
Di toko itu juga digelar produk sampingan buatan Hisyam, yakni kain batik printing dan tulis. Karena Hisyam belum memiliki pembatik sendiri, ia menjalin kerja sama dengan pembatik Solo dan Pekalongan. Produk batiknya berupa kemeja, kain kebaya, dan produk fashion lainnya. Desainnya dibuat sendiri, di antaranya ada kombinasi corak Pekalongan diperkaya warna tenun, seperti ikat, bordir, dan jumputan.
Tak jauh dari sana, ada Toko Limo Application milik Haji Abdul Jamal. Di toko ini disediakan tenun dengan berbagai produk dan aplikasi dari katun, sutra, poliester, dan rayon. Harga yang ditawarkan di outlet beragam, seperti kain gorden berbahan katun Rp 35 ribu per meter, kain baju Rp 25 ribu per meter. Sutra mulai Rp 100 ribu per potong hingga termahal Rp 1,5-2 juta per potong. “Omzet penjualan keseluruhan kami Rp 70-100 juta per tahun,” kata Jamal.
Menurut Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Kabupaten Jepara Hadipriyanto, para pengusaha tenun Troso juga memproduksi motif etnik dari berbagai daerah, mulai motif tradisional, klasik, sampai diversifikasi produk sutra dan tenun. “Ini yang menjadikan tenun Troso tetap eksis, meski kondisi perekonomian terguncang,” kata Hadipriyanto.
Ya, pasang-surut lurik Troso melewati waktu. Masa booming terjadi pada 1980-an. Untuk menaikkan pamor lurik, pada 1986 Gubernur Jawa Tengah Ismail mewajibkan semua pegawai negeri sipil di Jawa Tengah berseragam lurik setiap Sabtu. Krisis ekonomi 1997 sempat menghantam bisnis tenun. “Ketika itu perajin di sini pada tutup,” ucap Haji Ali, pengusaha lurik Troso Indah.
Tak lama tutup, tahun 1998 bisnis lurik kembali bangkit. Bom Bali dan terbakarnya Pasar Tanah Abang juga sangat mempengaruhi pemasaran lurik Troso. Selain omzet turun, pembayarannya tersendat-sendat. “Di Bali, paling cepat baru dibayar 6-12 bulan,” ucap Ali.
Omzet penjualan terbesar diperoleh para pengusaha dengan cara jemput bola ke kota- kota besar. Misalnya, Abdul Jamal lebih memilih daerah pemasarannya di Bali, Lombok, Yogyakarta, Jakarta, Bogor, dan Kalimantan. Sedangkan Hisyam ke Lombok, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Produk mereka, selain dilempar ke pasar-pasar tradisional, yang berkualitas baik juga banyak dipajang di butik, galeri, dan mal. Pemerintah Kabupaten Jepara juga memfasilitasi menyertakan pengusaha tenun lurik untuk berpameran di kota- kota besar dan luar negeri.
Siapa pun yang hendak berbelanja ke Jepara, Jawa Tengah, selalu teringat dengan kerajinan furniturnya. Namun, nanti dulu. Jepara bukan semata kota dengan tumpukan aneka ukiran semacam sofa, dipan, dan meja antik.
Tangan-tangan terampil orang Jepara juga mampu membuat berbagai kerajinan lain, semisal tenun. Lihatlah di Desa Troso, Kecamatan Pecangan. Di desa yang berjarak 16 kilometer dari Kota Jepara itu terdapat aneka hasil kerajinan tenun, terutama tenun ikat.
Karena diproduksi di Desa Troso, tenun tersebut dinamakan tenun ikat Troso. Untuk menuju Desa Troso, pengunjung dimudahkan dengan petunjuk gapura besar melingkar di tengah jalan pada ujung pertigaan Jalan Semarang-Jepara. Tulisannya jelas: “Sentra Tenun Troso”.
Tenun ikat Troso memiliki berbagai corak yang sangat berbeda dengan tenun ikat Bali, Lombok, Asmat, Toraja, Pedan, dan Yogyakarta. Berbagai inovasi corak terus dilakukan untuk memenuhi pasar.
Ada ratusan corak tenun ikat Troso yang dimiliki para perajinnya. Setidaknya ada 50 corak khas Troso yang kini dijaga keasliannya, seperti corak ikat lusi, ikat pakan, dan lurik.
Sepanjang jalan menuju Desa Troso, berdiri sekitar 30 toko dan outlet sebagai pusat belanja kain ikat tenun Troso. Pemerintah Kabupaten Jepara menjadikan sentra tenun Troso sebagai tempat belanja wisata kain dan fashion setelah mebel ukir.
Hampir tiap hari, sentra belanja itu tidak pernah sepi pengunjung. Mereka datang dari berbagai kota, dan termasuk para turis asing. Sebagian besar para pengunjung yang singgah di sentra itu selalu menyempatkan belanja tenun lurik atau tenun ikat Troso sebagai buah tangan.
Alasannya, di sentra ini berbagai corak tenun ikat ditawarkan. Lihatlah di toko Dewi Shinta milik Haji Hisyam Abd Rahman. Di sana dia menawarkan tenun ikat lusi, ikat pakan, dan lurik. Bahannya terbuat dari kain katun sampai sutra. “Corak Troso sangat disenangi para turis asing,” kata Hisyam kepada Tempo.
Hisyam berusaha mendesain kain- kainnya secara aplikatif dari berbagai daerah, seperti corak Flores, Sumbawa, Lombok, Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Kupang. Corak yang dibentuk oleh garis dan warna itu bisa membentuk motif yang sangat beragam.
Dagangan Hisyam meliputi kemeja, kebaya, selendang, kain jarik, kain sarung, dan segala kain fashion. Juga untuk jenis interior, taplak meja, tatakan makan, hiasan dinding, sarung bantal, sajadah, karpet, jok kursi, hingga aksesori lainnya. Harga yang ditawarkan mulai Rp 50 ribu sampai Rp 400 ribu.
Hisyam juga memproduksi tenun aplikatif sutra dan katun untuk masyarakat kelas atas, dengan harga Rp 1-2 juta. “Omzet penjualan toko bisa berkisar Rp 12,5 juta per hari,” ucap Istikhomah, istri Hisyam. Jika keseluruhan omzet per tahun Rp 3 miliar, “Keuntungan kami berkisar 25 persen”.
Di toko itu juga digelar produk sampingan buatan Hisyam, yakni kain batik printing dan tulis. Karena Hisyam belum memiliki pembatik sendiri, ia menjalin kerja sama dengan pembatik Solo dan Pekalongan. Produk batiknya berupa kemeja, kain kebaya, dan produk fashion lainnya. Desainnya dibuat sendiri, di antaranya ada kombinasi corak Pekalongan diperkaya warna tenun, seperti ikat, bordir, dan jumputan.
Tak jauh dari sana, ada Toko Limo Application milik Haji Abdul Jamal. Di toko ini disediakan tenun dengan berbagai produk dan aplikasi dari katun, sutra, poliester, dan rayon. Harga yang ditawarkan di outlet beragam, seperti kain gorden berbahan katun Rp 35 ribu per meter, kain baju Rp 25 ribu per meter. Sutra mulai Rp 100 ribu per potong hingga termahal Rp 1,5-2 juta per potong. “Omzet penjualan keseluruhan kami Rp 70-100 juta per tahun,” kata Jamal.
Menurut Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Kabupaten Jepara Hadipriyanto, para pengusaha tenun Troso juga memproduksi motif etnik dari berbagai daerah, mulai motif tradisional, klasik, sampai diversifikasi produk sutra dan tenun. “Ini yang menjadikan tenun Troso tetap eksis, meski kondisi perekonomian terguncang,” kata Hadipriyanto.
Ya, pasang-surut lurik Troso melewati waktu. Masa booming terjadi pada 1980-an. Untuk menaikkan pamor lurik, pada 1986 Gubernur Jawa Tengah Ismail mewajibkan semua pegawai negeri sipil di Jawa Tengah berseragam lurik setiap Sabtu. Krisis ekonomi 1997 sempat menghantam bisnis tenun. “Ketika itu perajin di sini pada tutup,” ucap Haji Ali, pengusaha lurik Troso Indah.
Tak lama tutup, tahun 1998 bisnis lurik kembali bangkit. Bom Bali dan terbakarnya Pasar Tanah Abang juga sangat mempengaruhi pemasaran lurik Troso. Selain omzet turun, pembayarannya tersendat-sendat. “Di Bali, paling cepat baru dibayar 6-12 bulan,” ucap Ali.
Omzet penjualan terbesar diperoleh para pengusaha dengan cara jemput bola ke kota- kota besar. Misalnya, Abdul Jamal lebih memilih daerah pemasarannya di Bali, Lombok, Yogyakarta, Jakarta, Bogor, dan Kalimantan. Sedangkan Hisyam ke Lombok, Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Produk mereka, selain dilempar ke pasar-pasar tradisional, yang berkualitas baik juga banyak dipajang di butik, galeri, dan mal. Pemerintah Kabupaten Jepara juga memfasilitasi menyertakan pengusaha tenun lurik untuk berpameran di kota- kota besar dan luar negeri.
artikel yang bagus gan
BalasHapus